Sejarah
[sunting]
PembangunanLukisan
karya G.B. Hooijer (dibuat kurun 1916—1919) merekonstruksi suasana di Borobudur
pada masa jayanya
Tidak
ditemukan bukti tertulis yang menjelaskan siapakah yang membangun Borobudur dan
apa kegunaannya.[19] Waktu pembangunannya
diperkirakan berdasarkan perbandingan antara jenis aksara yang tertulis di kaki
tertutup Karmawibhangga dengan jenis aksara yang lazim digunakan pada prasasti
kerajaan abad ke-8 dan ke-9. Diperkirakan Borobudur dibangun sekitar tahun 800
masehi.[19] Kurun waktu ini sesuai dengan
kurun antara 760 dan 830 M, masa puncak kejayaan wangsa Syailendra di Jawa Tengah,[20] yang kala itu dipengaruhi
Kemaharajaan Sriwijaya. Pembangunan Borobudur
diperkirakan menghabiskan waktu 75 - 100 tahun lebih dan benar-benar
dirampungkan pada masa pemerintahan raja Samaratungga pada tahun 825.[21][22]
Terdapat
kesimpangsiuran fakta mengenai apakah raja yang berkuasa di Jawa kala itu
beragama Hindu atau Buddha. Wangsa Sailendra diketahui sebagai penganut agama
Buddha aliran Mahayana yang taat, akan tetapi melalui temuan prasasti Sojomerto
menunjukkan bahwa mereka mungkin awalnya beragama Hindu Siwa.[21] Pada kurun waktu itulah dibangun
berbagai candi Hindu dan Buddha di Dataran Kedu. Berdasarkan Prasasti Canggal, pada tahun 732 M,
raja beragama Siwa Sanjaya
memerintahkan pembangunan bangunan suci Shiwalingga
yang dibangun di perbukitan Gunung Wukir, letaknya hanya 10 km
(6.2 mil) sebelah timur dari Borobudur.[23] Candi Buddha Borobudur dibangun
pada kurun waktu yang hampir bersamaan dengan candi-candi di Dataran
Prambanan, meskipun demikian Borobudur diperkirakan sudah rampung
sekitar 825 M, dua puluh lima tahun lebih awal sebelum dimulainya pembangunan
candi Siwa Prambanan sekitar tahun 850 M.
Sejarah
[sunting]
PembangunanLukisan
karya G.B. Hooijer (dibuat kurun 1916—1919) merekonstruksi suasana di Borobudur
pada masa jayanya
Tidak
ditemukan bukti tertulis yang menjelaskan siapakah yang membangun Borobudur dan
apa kegunaannya.[19] Waktu pembangunannya
diperkirakan berdasarkan perbandingan antara jenis aksara yang tertulis di kaki
tertutup Karmawibhangga dengan jenis aksara yang lazim digunakan pada prasasti
kerajaan abad ke-8 dan ke-9. Diperkirakan Borobudur dibangun sekitar tahun 800
masehi.[19] Kurun waktu ini sesuai dengan
kurun antara 760 dan 830 M, masa puncak kejayaan wangsa Syailendra di Jawa Tengah,[20] yang kala itu dipengaruhi
Kemaharajaan Sriwijaya. Pembangunan Borobudur
diperkirakan menghabiskan waktu 75 - 100 tahun lebih dan benar-benar
dirampungkan pada masa pemerintahan raja Samaratungga pada tahun 825.[21][22]
Terdapat
kesimpangsiuran fakta mengenai apakah raja yang berkuasa di Jawa kala itu
beragama Hindu atau Buddha. Wangsa Sailendra diketahui sebagai penganut agama
Buddha aliran Mahayana yang taat, akan tetapi melalui temuan prasasti Sojomerto
menunjukkan bahwa mereka mungkin awalnya beragama Hindu Siwa.[21] Pada kurun waktu itulah dibangun
berbagai candi Hindu dan Buddha di Dataran Kedu. Berdasarkan Prasasti Canggal, pada tahun 732 M,
raja beragama Siwa Sanjaya
memerintahkan pembangunan bangunan suci Shiwalingga
yang dibangun di perbukitan Gunung Wukir, letaknya hanya 10 km
(6.2 mil) sebelah timur dari Borobudur.[23] Candi Buddha Borobudur dibangun
pada kurun waktu yang hampir bersamaan dengan candi-candi di Dataran
Prambanan, meskipun demikian Borobudur diperkirakan sudah rampung
sekitar 825 M, dua puluh lima tahun lebih awal sebelum dimulainya pembangunan
candi Siwa Prambanan sekitar tahun 850 M.
Pembangunan
candi-candi Buddha — termasuk Borobudur — saat itu dimungkinkan karena pewaris
Sanjaya, Rakai
Panangkaran memberikan izin kepada umat Buddha untuk membangun
candi.[24] Bahkan untuk menunjukkan
penghormatannya, Panangkaran menganugerahkan desa Kalasan kepada sangha (komunitas Buddha), untuk pemeliharaan dan
pembiayaan Candi Kalasan
yang dibangun untuk memuliakan Bodhisattwadewi
Tara, sebagaimana disebutkan dalam Prasasti Kalasan berangka tahun 778 Masehi.[24] Petunjuk ini dipahami oleh para
arkeolog, bahwa pada masyarakat Jawa kuno, agama tidak pernah menjadi masalah
yang dapat menuai konflik, dengan dicontohkan raja penganut agama Hindu bisa
saja menyokong dan mendanai pembangunan candi Buddha, demikian pula sebaliknya.[25] Akan tetapi diduga terdapat
persaingan antara dua wangsa kerajaan pada masa itu — wangsa Syailendra yang
menganut Buddha dan wangsa Sanjaya yang memuja Siwa
— yang kemudian wangsa Sanjaya memenangi pertempuran pada tahun 856 di
perbukitan Ratu Boko.[26] Ketidakjelasan juga timbul
mengenai candi Lara Jonggrang di Prambanan, candi megah yang dipercaya
dibangun oleh sang pemenang Rakai Pikatan sebagai jawaban wangsa Sanjaya untuk
menyaingi kemegahan Borobudur milik wangsa Syailendra,[26] akan tetapi banyak pihak percaya
bahwa terdapat suasana toleransi dan kebersamaan yang penuh kedamaian antara
kedua wangsa ini yaitu pihak Sailendra juga terlibat dalam pembangunan Candi
Siwa di Prambanan.[27]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar